Skip to main content

Posts

Showing posts from 2019

Kencana

Sebuah tindakan dalam ketidakmengertian. Di dekat lintasan rel kereta api, di batas wilayah Kota, seorang perempuan menyalakan kreteknya, mengeluarkan headset yang kusut dari dalam saku jaketnya. Lama jemarinya berkutat pada kabel yang belit-membelit. Tapi tatapannya tidak berada pada apa yang sedang dikerjakannya. Apakah ia sedang mengurai sesuatu yang lebih berbelit dalam kepalanya? Dalam gelap aku seperti menemukan mata yang putus asa. Anak-anak sungai mengalir turun, mencoba diputusnya dengan satu sapuan tangannya dengan keras. Dengan keras pula ia mencoba menghalau semua kesedihan. Lihatlah, ia sudah berhasil mengurai kabelnya dan segera memasangnya di telinganya. Tangisnya malah pecah dan aku mendengar sedu sedannya dengan jelas. Jaket jeans yang telah ditanggalkannya tadi lalu di ambilnya, aku tidak begitu jelas apakah ia menggunakannya untuk mengusap anak-anak air mata di wajahnya atau menciuminya. Sebab ia seperti sedang bernapas di antara kerah jaket jeans tersebut. Ap

Pelacur Itu Pulang

(Sumber gambar: lakonhidup.com) Pelacur itu muntah, dikeluarkannya semua yang ada di dalam lambungnya. Kesedihan, rasa percaya, luka, aman-aman palsu, janji kosong, dan cinta yang baunya serupa bangkai tikus yang telah mati 7 hari. Sekarang yang tersisa hanya kosong. Sebentar lagi lambungnya akan mencerna dinding-dinging perutnya sendiri. Lalu perlahan-lahan akan bolong sampai ke permukaan kulitnya. Beruntung, baru saja gerimis turun. Diluruhkannya semua darah yang merembes di bajunya yang putih. Pedih sekali. Ia tak tahu, kutukan siapa yang dikabulkan oleh langit, sumpah siapa yang disambut oleh tanah. Sebab semua menyakiti, semua tersakiti. BPJS tidak pernah bisa menanggung semua biaya pengobatannya, ia harus berusaha sendiri. Satu kerikil di tengah jalan mungkin bisa membuatnya terpeleset, kakinya akan terseok-seok. Di tengah jalan pulangnya nanti, hanya kepada kucing jalanan ia tunjukkan belas kasihan, bukan berarti ia masih punya hati. Sebab sudah pasti ia telah mati.

Izroil

Malam ini, atau entah malam-malam sebelumnya, Izroil telah lancang masuk ke dalam bilikku. Tanpa permisi mengetuk pintu dan tak kuhiraukan dia bisa masuk dari lubang mana saja. Ia pergi melesat dengan cepat. Meninggalkan bangkai hitam jelaga di ulu hati. Mencerabut sekaligus akar daripada perasaan penuh pengabdian. Dari tangannya yang penuh jahanam dan debu abu-abu neraka. Ia lemparkan satu keping ke atas api yang berkesumat. Hilang, berabu. Membekas menempel di tubuhnya yang penuh keringat, sebab terlalu bekerja keras bertandang membawa yang mati dan telah renta. Ada fase dalam waktunya yang begitu sia-sia mengamatiku diam-diam, seperti maling sialan yang mengincar mangsanya. Siap menerkam jika lengah sedikit berkuasa. Ia yang buruk rupa, pergi mengelana lagi. Kini, aku habis sudah, dan sudah bukan apa-apa.

Titik Balik

Hari ini, da. Aku mengikatkan rambutku tinggi-tinggi. Dan bukan gadis berambut kepang lagi. Hari ini, da. Aku bertekad menjadikannya hari baru. Sebab semua yang semu, itulah kenyataannya. Kau, aku, mereka, kehidupan ini semu. Dan itulah nyatanya, da. Kita tidak bisa mengelak. Kau pun bilang tidak ada yang perlu dipaksakan. Hari ini, da. Mungkin memang hari baru, tapi awan masih mengungkung dan tidak kunjung turun hujan, masih seperti kemarin. Mungkin besok ia turun atau entah kapan. Kita tidak pernah tahu. Kau mungkin tahu, aku tidak suka membual, tapi jika kau merasa, kau akan merasakannya. Apa-apa yang tidak tertuang dalam kata. Sebab kita terlalu muak dengan kata-kata, bukan? Dan oleh sebab itu juga kita bertengkar. Aku masih akan duduk di pojokan warung kopi, menyesap robusta dan sebatang rokok jika mampu. Aku masih sama, tapi aku bukan gadis berkepang lagi, da. Aku banyak belajar darimu, dan aku berterima kasih. 2019/5/19