Sebuah tindakan dalam ketidakmengertian. Di dekat lintasan rel kereta api, di batas wilayah Kota, seorang perempuan menyalakan kreteknya, mengeluarkan headset yang kusut dari dalam saku jaketnya. Lama jemarinya berkutat pada kabel yang belit-membelit. Tapi tatapannya tidak berada pada apa yang sedang dikerjakannya. Apakah ia sedang mengurai sesuatu yang lebih berbelit dalam kepalanya? Dalam gelap aku seperti menemukan mata yang putus asa. Anak-anak sungai mengalir turun, mencoba diputusnya dengan satu sapuan tangannya dengan keras. Dengan keras pula ia mencoba menghalau semua kesedihan. Lihatlah, ia sudah berhasil mengurai kabelnya dan segera memasangnya di telinganya. Tangisnya malah pecah dan aku mendengar sedu sedannya dengan jelas. Jaket jeans yang telah ditanggalkannya tadi lalu di ambilnya, aku tidak begitu jelas apakah ia menggunakannya untuk mengusap anak-anak air mata di wajahnya atau menciuminya. Sebab ia seperti sedang bernapas di antara kerah jaket jeans tersebut. Ap
(Sumber gambar: lakonhidup.com) Pelacur itu muntah, dikeluarkannya semua yang ada di dalam lambungnya. Kesedihan, rasa percaya, luka, aman-aman palsu, janji kosong, dan cinta yang baunya serupa bangkai tikus yang telah mati 7 hari. Sekarang yang tersisa hanya kosong. Sebentar lagi lambungnya akan mencerna dinding-dinging perutnya sendiri. Lalu perlahan-lahan akan bolong sampai ke permukaan kulitnya. Beruntung, baru saja gerimis turun. Diluruhkannya semua darah yang merembes di bajunya yang putih. Pedih sekali. Ia tak tahu, kutukan siapa yang dikabulkan oleh langit, sumpah siapa yang disambut oleh tanah. Sebab semua menyakiti, semua tersakiti. BPJS tidak pernah bisa menanggung semua biaya pengobatannya, ia harus berusaha sendiri. Satu kerikil di tengah jalan mungkin bisa membuatnya terpeleset, kakinya akan terseok-seok. Di tengah jalan pulangnya nanti, hanya kepada kucing jalanan ia tunjukkan belas kasihan, bukan berarti ia masih punya hati. Sebab sudah pasti ia telah mati.